Marzuki Alie, Sebuah Lelucon di Panggung Dewan (yang katanya) Terhormat

Marzuki Alie sang pemimpin para legislator dari seluruh Nusantara, Semua orang mengenal Ketua DPR RI Periode 2009-2014 dari Partai Demokrat ini dengan panggilan “Juki” (atau anggaplah demikian). Namun Pertanyaannya, ada berapa banyak orang yang menganggap Juki Layak menjadi Pimpinan DPR?

Sebelum menjadi ketua DPR, Lulusan Program PhD dari Universiti Utara Malaysia itu bukanlah seorang yang memiliki karir Politik Cemerlang. Bahkan Sebelum Pemilu 2009, Juki ‘hanyalah’ seorang Usahawan. Berdasarkan data yang tertera pada website pribadi Juki, www.marzukialie.com, mulai dari Tahun 2006 hingga terpilih sebagai legislator Pada Tahun 2009, Juki bekerja sebagai Komisaris Utama Group usaha PT.Global Perkasa Investindo. Politisi Kelahiran Palembang, 6 November 1955 ini justru langsung menjadi Ketua DPR, bahkan saat Ia baru pertama kali menjejakkan kaki di Gedung Perwakilan Rakyat itu.

Keberhasilan Juki menjadi Ketua DPR, terkesan dipaksakan dan seolah memang sudah dirancang oleh para pimpinan. Demokrat bukannya tidak memiliki kader lain yang lebih punya pengalaman, setidaknya sebagai seorang legislator. Namun Kenyataannya, Justru Juki lah yang di Plot menjadi Pucuk Pimpinan DPR RI.

Seiring dengan berjalannya waktu, kepemimpinan Juki Sebagai Ketua DPR terkesan sebuah blunder. Juki yang berdiri sebagai pemimpin, namun tidak terlalu memiliki pengalaman dan kemampuan, membuat banyak orang merasa bahwa beliau hanyalah politisi karbitan! Sekali lagi, POLITISI KARBITAN! Coba bayangkan bagaimana, seorang berusia 54 tahun yang baru ‘terpanggil’ menjadi legislator namun langsung menjadi pimpinan DPR. Mungkin pertanyaannya adalah, kemana saja kader-kader demokrat yang lain sehingga si ‘anak baru’ harus menjadi ketua DPR?

Pertama, lihatlah bagaimana pada 15 September 2010, Juki menyatakan, jangan melihat studi banding ke luar negeri anggota DPR sebagai suatu bentuk pemborosan.

"Karena ini mereka melakukan pengabdian, tugas," kata Juki. "Kenapa tugas? Mereka harus mendapatkan banyak referensi dalam menyelesaikan rancangan undang-undang."

Apalagi, angka anggaran itu merupakan aturan standar perjalanan dinas yang dibuat Kementerian Keuangan. "Ada surat Menteri Keuangan yang mengatur perjalanan dinas itu," kata Juki. Dan Anggota DPR dalam perjalanan dinas itu mendapatkan uang harian, uang penginapan, dan transportasi. "Terus terang saja, kalau ke Eropa, uang harian itu nggak cukup," kata Marzuki.
Ada dua pertanyaan yang muncul di benak saya, Pertama “Sudah berapa banyak Undang-undang yang selesai dari studi tour para anggota DPR? Apakah jumlah undang-undang yang tercipta setara dengan kuantitas kepergian para anggota DPR ke luar negri. Katakanlah, apakah dari (misalnya) sepuluh kali keluar negri, tercipta 10 Undang-undang baru? J

Kedua, mengutip pernyataan “Kalau Ke Eropa, uang harian itu ngga cukup” Pertanyaan timbul, Bila tau rakyat hidup prihatin, mengapa para legislator Tidak bepergian dalam keadaan yang juga “prihatin” Masa wakil Rakyat tidak mau merasakan yang rakyat rasakan. Seharusnya, kalau rakyat banyak yang tidur di Jalan, Para Legislator juga tidur di Jalan Juga kalau Ke Eropa J

Abaikan Soal Studi Banding, Beberapa Saat kemudian, Juki juga menyatakan sebuah statement yang kontroversial. Pada saat terjadi Tsunami di Mentawai Juki mengomentarinya sebagai berikut: ”Mentawai itu, kan pulau. Jauh itu. Pulau kesapu dengan tsunami, ombak besar, konsekuensi kita tinggal di pulaulah." Dan menurut Marzuki, sebaiknya mereka direlokasi ke daratan. Pernyataan yang lagi-lagi menunjukkan ketidak dewasaan dan ketidak mampuan Juki dalam berkomunikasi. Hal ini menunjukkan betapa Politisi Karbitan Memang tidak mampu merasakan apa yang Rakyat Rasakan!

Semua orang tau, bahwa Indonesia adalah negara Kepulauan, ada tujuh belas ribu pulau di seantero nusantara, lantas kalau semua masyarakatnya direlokasi ke daratan, apa kabarnya pulau-pulau kita? Mau kehilangan pulau lagi? Mau merasakan Sipadan-Ligitan Jilid II? Mungkin seharusnya kita yang bertanya, sudah tau Indonesia Negara Kepulauan, siapa suruh jadi Anggota DPR kalau tidak bisa mengayomi dan mendengarkan suara rakyat!

Namun yang paling miris adalah pada 29 Juli 2011, Juki dengan polosnya mengharapkan KPK dibubarkan dan kasus Korupsi yang terjadi di masa lalu diputihkan. Satu Hal yang perlu saya pertanyakan saat ini adalah, “dia pernah belajar bagaimana berkomunikasi tidak sih?” atau mungkin “staff ahlinya kemana aja, kok Peliharaannya dibiarkan liar begini?”

Well, Bukannya sok tahu, tapi miris sekali melihat Partai Demokrat yang pada pemilu 2009 menampilkan beberapa figurnya seperti Angie, Ibas, dan Adjie Massaid, dengan kampanye Anti Korupsi, Sekarang justru meminta agar koruptor itu “diampuni”. Sebuah kenyataan yang kontradiksi, sepertinya.

KPK berdiri saja, pemimpinnya diperlemah. Antasari Ditangkap, yang lain diserang secara politis. Lantas bagaimana negara ini bisa memberantas Korupsi? Tentu saja, ini soal yang muda! Semua yang bisa memberantas hanyalah yang muda, belajar keras, cepat lulus, timba ilmu sebanyak-banyaknya kemudian jadilah legislator, jadilah pemberantas Korupsi, Jadilah pembuat Keputusan. Kita butuh orang-orang hebat yang bisa membuat sebuah lembaga anti korupsi yang independen, seperti ICW. Bagaimana mungkin tidak ada isu bahwa CMH menyuap AU bila kita semua tau bahwa Pemerintah lah yang menetapkan pimpinan KPK. Lantas, bila KPK Independen dan tidak ditentukan (di-setir) oleh pemerintah, bagaimana mungkin ada isu bahwa KPK dan pemerintah memiliki deal-deal tertentu yang menguntungkan kedua belah pihak.

Namun, inilah semua yang telah terjadi. Mungkin benar  bahwa menjadi politisi itu tidak mudah. Salah-salah justru akan menjadi Politisi karbitan, yang sudah bodoh, sok hebat pula! Mengingat semua yang telah terjadi membuat saya merasa, pemuda itu harus diperkuat, diberi pelatihan, diberi kesempatan belajar sebanyak-banyaknya. Ini untuk mencegah mereka kaget ketika terjun di masyarakat, dan justru hanya menjadi “manusia Karbit” atau “pejabat karbit”

Saya yakin, Anti Korupsi akan menjadi trend baru di masa mendatang, tentunya ketika para pemuda yang memimpin bangsa ini adalah orang-orang berkualitasnya! Jangan sampai, pemuda terbaik negeri ini, yang juara kompetisi hebat, malah direbut bangsa asing, dipekerjakan disana, dan memajukan bangsa mereka. Justru pemuda yang ketika sekolah sering cabut, suka tidur, pemalas, dan rapotnya jeleklah yang tersisa dan akhirnya menjadi pemimpin di bangsa ini, semoga (sekali lagi semoga) hal itu tidak terjadi!

Komentar