The Purpose of Kepoism for Communication Student


Bahasa, media pengantar pesan dalam berkomunikasi. Ada ratusan bahasa di Indonesia, mulai dari batak, padang, dayak, sunda, jawa, manado, ambon, hingga papua. Semuanya memiliki ciri khas masing-masing, mulai dari dialek, cara pengucapan, hingga intonasinya. Tapi selain bahasa daerah yang emang dari jaman dulu udah ada, akhir-akhir ini juga berkembang bahasa gaul yang kebanyakan emang hasil modifikasi bahasa Indonesia. Bahasa gaul inilah kemudian yang menciptakan semacam kosa kata baru di sistem tata bahasa kita.

Anak muda jaman sekarang, udah akrab banget dengan bahasa-bahasa baru, yang tidak terdaftar di kamus besar bahasa Indonesia. Mulai dari sabi, saik, bray, sistah, masbro, kepo dan masih banyak lagi. Agak penasaran gimana kata-kata unik itu bisa muncul pertama kali. Tapi kali ini, saya akan coba membahas soal betapa pentingnya makna riil, dari sebuah kata yang baru muncul akhir-akhir ini ke pergaualan remaja (khusunya kota) Jakarta.

Kepo, pernah mendengar teman kamu menggunakan kata ini di percakapan sehari-hari? Atau mungkin kamu justru sering menggunakan kata ini? Well, buat yang belum pernah mendengarnya, saya akan coba jelaskan. Kepo adalah kata yang (katanya) berasal dari bahasa cina Hokkian, yang artinya, “selalu mau tau atau terlalu mau tau”. Kalau kata teman saya, “kepo banget sih lo kaya paparazzi”.

Sekarang, saya mau tanya, apakah ada diantara kamu yang membaca tulisan ini, merasa kalau kamu itu seorang pribadi yang kepo? Baiklah, kalau tidak ada yang mau menjawab, saya akan mengakui bahwa saya adalah contoh orang kepo.

Sebagai seorang mahasiswa jurusan komunikasi, saya merasa sangat terbantu dengan sikap kepo saya. Bahkan, terkadang saya merasa semua anak komunikasi memang akan lebih baik kalau memiliki sikap ini. Tuntutan anak komunikasi untuk memiliki jejaring banyak, talkative, tahu informasi terbaru, supel, bisa memiliki banyak referensi pokok bahasan untuk ngobrol, dan masih banyak lagi, menuntut orang-orang yang berkutat dengan bidang komunikasi untuk menjadi lebih kepo dibanding dengan bidang lain.

Mau contoh konkritnya?
Sebelum kita bertemu (meeting) dengan client dari suatu perusahaan yang akan menggunakan perusahaan kita, pasti seru banget kalau kita sudah terlebih dulu belajar mengerti dan memahami kepribadian, cara berpikir, dan orientasi nilai-nilai pribadi dari orang yang akan kita temui. Lantas bagaimana bila kita tidak mengenal orang tersebut? Pasti bakalan keliatan canggung kan kalau misalnya ternyata tema obrolannya ngga nyambung, Itulah gunanya Kepoisme!

Kalau mau kepo, kamu bisa mulai dari social media. Jaman sekarang, dunia social media sudah bukan hal yang mewah dan sulit diakses lagi, seiring dengan semakin berkembanya zaman, para praktisi PR jadi semakin akrab dengan dunia maya (internet). Mulai dari facebook, twitter, email, blog pribadi, dan masih banyak lagi.

Melalui social media, kita bisa mulai mempelajari kepribadian orang yang akan kita temui, agar nanti ketika kita bertemu dengan calon client atau partner, kita sudah bisa memiliki chemistry dengan orang tersebut. Chemistry itulah yang kemudian menumbuhkan rasa suka (atau mungkin juga trust) dari client kita dan (bukan tidak mungkin), akan memperbesar peluang kita untuk mendapatkan project tersebut. Orang-orang yang kepo, cenderung akan mencari informasi/referensi yang sebanyak-banyaknya tentang orang baru yang akan bekerja sama dengannya. Bukan hanya client, tapi juga partner kerja.

Gimana sih caranya?

Kalau kamu emang bukan tipe orang yang dari lahir udah kepo, kaya saya, simple aja, coba mulai tambahkan calon client kamu itu ke dalam jejaring yang kamu kelola. Misalnya add facebook dia, follow twitter, atau coba mulai tracking blog pribadinya.

Di facebook, kamu bisa belajar soal kepribadian dia, dari cara dia mengambil gambar, pose-pose foto yang terdapat di album foto di facebook target kamu, dan bahkan mungkin dari kata-kata yang dia gunakan buat update status. Secara ngga langsung, kamu juga berpeluang buat tau kondisi psikologis orang itu dengan membaca beberapa status orang itu.

Kalau Twitter, cobalah iseng-iseng untuk memfollow akun twitter calon client atau rekan kamu itu, kemudian, tracking deh timeline orang itu. Kalau kamu jeli, kamu akan coba mulai mengerti pola pikir dan kata-kata yang biasa dia gunakan dalam kesehariannya. Hal ini, sangat membantu kamu buat mempersiapkan kata-kata yang mungkin (biasanya) tidak berkenan dengan pendapat kamu, dengan memperhatikan linimasa orang tersebut, kamu juga akan belajar untuk mengenal cara berbahasa si calon client.

Dengan melakukan kepoisme, berarti kamu sudah mulai melakukan riset tingkat rendah dalam berkomunikasi dan mempersiapkan diri untuk bercakap-cakap dengan calon client atau rekan kerja. Pada tau dong kan, sebelum memulai membuat sebuah PR Plan (Rencana Strategis Hubungan Masyarakat), hal pertama yang harus kamu lakukan itu yah melakukan riset!

So, masih minder jadi orang kepo?

Kalau kamu memang kepo, dan merasa kalau sifat kamu itu bikin minderan gara-gara sering diledekin teman-teman kamu, mending coba ubah mindset yang ada di kepala kamu deh! Para paparazzi itu bisa mendapatkan berita teraktual, justru karena kekepoan mereka.

Selain paparazzi, para PR professional juga menggunakan sifat kepo mereka untuk memilih Brand Ambassador dari sebuah produk loh. Pasti pernah liat dong iklan salah satu alat pencukur rambut yang iklannya dibintangi oleh Choky Sitohang. Seorang dosen pernah bercerita, buat memilih Choky Sitohang, pihak konsultan komunikasi tempat Ia bekerja, membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menjamin kalau citra Choky sebagai seorang Artis bisa mencerminkan kebutuhan dari Brand yang akan Ia (Choky) bawakan.

Apa saja yang mereka lakukan selama berbulan-bulan?

Yah, jawabannya simple aja, Mereka ngepoin kehidupan Choky! Mulai dari cara Ia berpakaian, kemampuan berpikirnya, track record, segmentasi, kehidupan pribadi (pacar/keluarganya), itu jadi topik yang memang dikepoin sama pihak konsultan komunikasi tersebut.

Kalau sudah begini, mau gimana lagi? Bukan berarti orang kepo itu ngga berguna dan Cuma bisa diledekin habis-habisan kan? Toh kepo juga bisa bikin kita lebih produktif kok, karena emang kita jadi lebih prepare dengan “the way you deliver you message to your client”. Tapi ingat, walaupun kamu keponya emang sudah sejak lahir, tolong jangan sampai lupa kalo orang yang kamu stalking juga punya kehidupan pribadi, jadi jangan ganggu territory itu. Kalau mau kepo, juga harus Profesional dooong. Semangat yah buat jadi orang kepo!

Komentar