BEING AN ACTIVE LISTENER



Well, senang sekali rasanya mendapati SPEAK Forum kali ini mendapat respon positif dari berbagai pihak. Medianya rame, yang nonton juga rame, dan venue nya juga emang asik banget buat dipake nongkrong. Keren banget deh event hari ini, congratulations Austin dan seluruh actives yang emang udah super duper hebat ngerjain forum hari ini. Saya kehabisan kata-kata deh buat ngegambarin kekaguman saya. “semoga  SPEAK bisa tetap sukses di masa mendatang”

Eh, tapi point penting tulisan saya kali ini bukan soal Forum hari ini yang berjalan luar biasa, tapi soal percakapan dengan beberapa orang yang selama ini sering saya ajak debat. Kemarin debat panjang dengan danar akhirnya bisa diakhir setelah ada sesi mediasi yang dilakukan oleh mbak retha terhadap saya dan danar.
Well, disitu kita bicara soal banyak hal yang selama ini sepertinya kami memang kurang memberikan waktu luang untuk membicarakan hal-hal itu. “bridging”, perbedaan antara konsepting dan marketing, dan banyak banget deh yang emang kita obrolin di percakapan 5 jam itu.
Marathon? Ngga juga kok, orang kita ngobrolnya di banyak spot. Sudut Reading Room, Mobil, McD Kemang, sampe warteg depan kantor TII. Jauh banget yah? Saya aja bingung waktu sadar kalo percakapannya udah melebar kemana-mana.
Malam itu, saya jadi ngerti kalo kegagalan NYOCAP itu pure salah saya. mana bisa sih handle organisasi dengan konsep marketing dan tanpa ideologis. Betul banget sih kalo pergerakan butuh brand, sponsor, market, dll. Tapi jangan pernah lupa kalau misalnya ideology juga butuh. Yang terjadi di NYOCAP adalah, saya memiliki banyak teman yang luar biasa hebat, tapi ngga tau apa-apa soal pergerakan di bidang HIV & AIDS. Karena banyak yang mengira kalau membuat pergerakan itu, Cuma soal parameter besarnya acara, sukses tidaknya menarik khalayak atau, apalah. Mereka lupa satu pertanyaan (yang kemaren ditanyakan danar), “seberapa besar dampak ideologis yang dihasilkan oleh acara yang lo bikin, terhadap para pengunjung gi?”.
Saya berterima kasih sekali buat danar yang akhirnya bersedia untuk stay dan mendengarkan beberapa keresahan yang saya rasakan. Mungkin, hal paling penting yang kemarin saya siratkan adalah, saya memiliki beberapa keresahan, dan saya memilih tuk tetap tinggal dan tidak tinggalkan ‘rumah’ karena keresahan tersebut. Tentu, semua itu jauh lebih baik daripada terlihat selalu tersenyum pada semua orang rumah, tapi  tiba-tiba kabur dan tidak kembali lagi.
Nah, dari semua percakapan hari ini antara saya – retha dan – danar, saya mendapati bahwa dalam banyak hal kita perlu menurunkan ego. Termasuk dalam mencoba menjembatani konflik antara beberapa pemikiran yang sebenarnya hanya terpisahkan oleh ego masing-masing.  Well, mungkin saya memang sudah seharusnya mulai belajar untuk mendengarkan omongan orang lebih banyak daripada meminta buat didengarkan. Karena, dengan mendengar kita bisa mendapati banyak hal yang terkadang tersembunyi makna di balik kata-kata yang memang sengaja tidak terucapkan.
Semoga tuhan izinkan saya tuk dapat kemampuan lebih, agar bisa mendengarkan orang lebih banyak daripada membicarakan hal-hal ngga penting yang ada di sekitar saya.
Terima kasih, danar, retha. Thanks juga, Jesus. :D

Komentar