Beberapa waktu yang lalu, saya dan dua orang teman saya di sebuah organisasi kemahasiswaan yang berfokus di salah satu profesi, sering bercanda tentang status relationship kami. Ketika itu, kebetulan kami bertiga sama-sama masih belum memiliki pasangan, sering ngeledek tentang status kami tersebut di jejaring sosial sampe akhirnya berkirim pesan via blackberry hanya untuk membahas tentang hal itu. Tapi itu dulu, sekarang salah seorang teman saya tersebut telah pergi meninggalkan kami berdua (re: punya pacar).
Banyak orang di sekitar saya yang akhir-akhir ini sering membagikan kegalauannya karena tidak memiliki pasangan melalui berbagai chanel jejaring sosial. Kadang, sampai terkesan begitu hopeless dengan kesendiriannya. Memang kalau jomblo, kenapa sih guys?
Mungkin, banyak yang melihat sebuah hubungan sebagai peristiwa yang menyenangkan. Bahagia banget rasanya kalau punya pacar, ditemanin kemana-mana, dimanja setiap saat, bisa diperhatiin. Tapi, ngga semua orang yang pacaran mengalami hal itu juga sih. Saya akhir-akhir ini justru sering merasa lebih menikmati kesendirian saya. Tanpa rule dari pasangan, tanpa ada yang menanyakan kegiatan saya, tanpa harus lapor kepada kekasih. Lebih merasa independen juga, banyak dapat kesempatan buat maksimal kerja nya.
Kadang, saya jadi menyadari kalau misalnya punya pacar, weekend itu pengen dipake buat tetap produktif mengerjakan sesuatu atau mengunjungi sesuatu kegiatan yang menarik. Tapi, karena masih ingat punya pacar jadi harus meluangkan waktu untuk pasangan dan jadi melupakan rencana buat produktif. Atau misalnya kita lagi jalan sama lawan jenis yang sebenarnya partners, tapi malah dicurigain gebetan baru. Padahal, punya satu aja udah susaaah banget dapetnya, apalagi dua! #Eeaa
Selain itu kalaupun kamu punya pasangan, terkadang kamu justru merasakan dampak negatif dari pacaran itu. Misalnya beberapa teman saya jadi galau dan ngga bisa produktif ketika lagi bertengkar dengan pasangannya. Ngga tau deh, apa berantemnya sampe lebih parah dari perang Israel – Palestina, atau malah kaya waktu amerika nyerang tentara rakyat Vietnam, Hahaha. Atau misalnya teman saya yang merasa sayang banget sama pacarnya, tapi ternyata malah hampir setiap hari berantem, alasannya? Kurang perhatian lah, ngga pengertian lah, atau yang lebih parah lagi, ngga mau nganterin pacarnya.
Sebenarnya, ngga ada yang salah dengan kegalauan pasangan itu di saat salah satunya sedang ngambek. Tapi akan jadi lucu kalau pacaran justru menurunkan tingkat produktifitas kita. Pacaran harusnya kan bikin diri kita semakin berkembang, bukan malah bikin grafik pertumbuhan kita jadi makin menurun. Iya ngga sih, teman-teman?
Saya sendiri, sering membahas soal “galau jomblo” di akun twitter saya, @ogiwicaksana, mulai dari hopeless abis putus, #kangenmantan, #gebetan, dan masih banyak lagi hal ngga penting lainnya. Sebenarnya, saya ngga segalau itu kok ketika menyebarkan twit – twit bernada galau. Well, justru itulah branding yang saya tetapkan terhadap akun jejaring sosial saya. Alhasil, ketika saya membahas kegalauan fiktif tersebut, banyak pihak yang merespon kicauan saya. Haha
Menghadapi #GalauJomblo, hal utama yang paling penting untuk diperhatikan adalah kesadaran untuk tidak terlalu berfokus pada satu hubungan. Bukan berarti lantas harus memiliki banyak hubungan, tapi lebih ke bagaimana kita bisa menempatkan hubungan tersebut secara rasional dan proporsional. Cinta, sayang, suka itu tuh manusiawi banget kok. Semua orang pasti pernah jatuh cinta kan? Tapi, dari situlah kita harus menyadari bagaimana memisahkan rasa emosional dengan semangat untuk tetap berada di Growth Zone dan tidak tertinggal di Zona Galau.
Tapi, saya juga ngga begitu saja menyadari kalau Jomblo itu juga bisa efektif dan produktif kalau kita bandingkan dengan ketika saya memiliki pasangan. Butuh waktu dan perjuangan kok untuk saya sendiri berhasil membedakan antara perasaan personal dan menempatkan target utama sebagai prioritas di hidup saya, biar ngga jadi kacau semuanya. Masa gara-gara cinta, professional life malah jadi kacau sih?
Beberapa waktu lalu, teman saya yang lain, Dodi, mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di salah satu universitas negeri di Yogyakarta, mengingatkan saya bahwa tidak memiliki pasangan bukan berarti mengalami sebuah kegagalan. Ketika itu, dia mengingatkan saya “Dengan semua kegiatan yang elo (dan juga gue) miliki sekarang, single tuh justru jadi pilihan terbaik tau, Gi! Takutnya, kalau lo punya pacar, elo malah akan semakin kewalahan bagi waktu antara kuliah, kerja, kegiatan sosial, dan, pacaran! Kalau pacaran malah bikin semua yang lo miliki hancur mending ga usah pacaran!” Statement itu jelas menohok dan akhirnya membuat saya semakin menyadari kalau kesendirian itu bukan sesuatu yang harus dianggap sebagai sebuah keburukan, kok.
Apa yang membuat saya sangat terpukul adalah kenyataan bahwa ternyata saya memang sedang tidak mampu untuk berpacaran. Selain saya, pun, ada banyak pasangan yang memaksakan agar hubungan mereka tetap berjalan. Dampaknya, hubungan tersebut seolah hanya menjadi formalitas sebuah keadaan. Statusnya pacaran, tapi keadaannya sama aja kaya ngga pacaran, sering kan ngeliat hal itu?
So what is the conclusion? Hmm, jadi sebenarnya kalaupun misalnya Jomblo ngga harus galau dong yah? Kita sebagai orang dewasa juga harus cenderung mampu membedakan professional life dan personal. Nikmati aja hidup mumpung masih muda, masih banyak cita – cita dan pencapaian yang mau dikejar. Kapan lagi, kalau bukan sekarang?
So, mau Jomblo atau Single, cincay laaa.. Hari gini masa masih bahas #GalauJomblo sih?
Komentar
Posting Komentar