Tentang Cinta dan Dicinta, atau Sekedar Ingin Memiliki Kekasih?




Malam tadi, aku berdiskusi dengan beberapa teman yang selama ini menjadi partner in crime dalam melakukan kebodohan-kebodohan konyol yang entah kenapa terkadang agak sulit dibayangkan bisa terjadi. Membahas hal-hal bodoh di jejaring sosial, hang out bareng Cuma buat ngobrolin hal-hal pribadi yang konyol, membagikan pendapat tentang topeng dan personal branding, serta masih banyak lagi.

Kepada dua teman konyol, yang satu sebesar panda, selalu bermimpi melanjut ke UK, dan yang satu sekurus bambu tapi baru saja di candid oleh Ia yang kepalanya tak boleh dicabut. Aku harap ketika kalian membaca tulisan ini, kalian cukup sabar untuk tidak melemparkan menara eiffel ke hadapanku, kalau memang kalian mau lempar sesuatu, silahkan lemparkan voucher backpack keliling eropa untuk musim dingin ini, aku pasti terima.

Tapi dari semua itu, sebenarnya ada sesuatu yang paling membuat aku semakin memutar otak untuk mendapatkan jawabannya. Ketika itu, aku menyatakan pada seorang teman tentang perbedaan antara suka dan ingin memiliki. Sebenarnya, itu ada kaitannya dengan aku yang baru saja menyatakan perasaan pada seseorang yang memang sudah sejak beberapa bulan lalu kunikmati keindahannya dalam keheningan dan ketiadaan dunia. Memantau tiap perubahan display picture blackberry nya, atau mungkin perubahan status jejaring sosialnya.

Semua bermula ketika aku mengungkapkan kepada mereka berdua bahwa aku baru saja menyatakan perasaan kepada seseorang. Menyatakan perasaan loh, bukan meminta menjadi pacar, itu dua hal berbeda yang memang dorongan untuk melakukannya pun berbeda. Tapi, statement yang saya ajukan langsung mendapat bantahan keras dari mereka berdua yang sekonyong-konyong melihat aku sebagai Pria paling polos di belantara raya Indonesia.

“buat apa dia tau perasaan lo, kalau sebenarnya elo pun belum bisa mendefine apakah elo mau jadian sama dia, atau cuma sekedar suka”
Okay, statement ini menohok! Tapi mari kita pikirkan lagi, tentang suka, dan hasrat ingin memiliki. Bahwa aku menyukai wanita itu, adalah mutlak! Aku memang sedang menggilainya dan mengharapkan bisa tau banyak hal tentang dia, meski mungkin ia tak akan pernah mengetahui hal itu. Tapi tentang aku ingin memilikinya?? Hm, demi ishtar, zeus dan seluruh penguasa jagat raya versi mitologi Yunani kuno, itu belum terlintas sedikitpun!

Lalu kenapa dia harus tau perasaan itu? Karena aku tidak mau ending dari cerita ini seperti perahu kertas, dua orang yang dekat secara emosional namun sama-sama tidak mengerti bagaimana rasa yang tersimpan di dada tokoh yang lain! Untuk apa kita berani memendam rasa, bila toh hanya menyimpan rasa itu rapat-rapat dalam kotak pandora! Bukankah kejujuran adalah salah satu bentuk keberanian yang harus selalu mendapat apresiasi tinggi?

Tidak adil rasanya bila aku memberikan sinyal-sinyal rasa, namun tidak membiarkan ia tau apa yang didenyutkan oleh jantungku setiap kali melihat dia. Naif sekali bila tidak ingin menjadi pendampingnya, itu artinya munafik! Tapi, bukankah kita sebagai manusia harus mampu mengelola rasa dengan penuh kesadaran? Biarkan rasa di jiwa, mampu terkontrol oleh pikiran yang logis agar tidak menimbulkan dampak negatif di kemudian hari. Kita tidak mencinta, hanya untuk memiliki kok! Kadang, lebih indah rasanya bisa melihat dia tersenyum, menggantikan foto terbarunya di berbagai social networks dan menikmati segala rasa ini tanpa perlu menanti Ia tau bagaimana harus membalas apa yang kurasa. Bukankah perasaan ini sedari awal memang satu arah? Bukankah dari awal aku memilih tuk memulai rasa ini, aku tau bahwa perjudiannya akan berat? Bahwa sejak awal aku menaruh rasa, aku telah tau ia ada yang punya. Meski kini ia tak lagi milik seorang Pria, tapi bukankah aku sudah menaruh komitmen tuk menyukainya saja terlebih dahulu? Lantas, apa hak ku untuk menuntut keadilan darinya??

Aku tidak ingin mencoba tuk memulai sesuatu yang dilapisi dengan topeng dan beribu tanda tanya. Bukankah kita juga harusnya lebih tau apa yang kita inginkan dan kita harapkan, lalu kenapa kita harus memaksakan kenyataan tuk jadi seperti yang kita mau? Senaif apa sih kita di dunia ini! Mungkin kita terlihat bersama, namun nyatanya semua begitu terpaksa. Itulah hubungan yang memang sering kali kita lihat dimiliki oleh banyak orang. Hubungan yang didasarkan pada relasi, keterikatan, bukan cinta dan rasa.

Aku terkadang meragukan esensi dari cinta yang banyak orang teriakkan! Akankah benar-benar tentang memahami satu sama lain, dan mengerti apa yang diinginkan oleh ia yang kita sayang, atau hanya mengajukan tuntutan-tuntutan dengan topeng cinta, yang sebenarnya hanya menginginkan agar egoisme kita bisa terpenuhi? Tapi, bukankah cinta memang egois? Maka dari itu, mencintalah dengan seimbang, dengan tidak hanya membiarkan hati yang mencinta, tapi juga menggunakan logika dalam bercinta! Lagipula, mau dibawa kemana sih, hubungan kita? *singing*

Cinta yang dari awal berbeda, memang memang tetap memiliki peluang tuk bertahan. Tapi soal seberapa besar peluang itu, maka biarlah tuhan yang akan menjawab setiap peluangnya! Kalau memang dari awal demikian, tidak usah terlalu naif mencoba tuk menangkap angin dengan tempayan. Ah, sudahlah kita kadang memang terlalu pilon untuk mengerti kehidupan. Aku mungkin memang masih terlalu muda dan cute untuk sadar, bahwa cinta itu adalah urusan langit, urusan intrik dan strategis, seperti politik luar negeri! Tapi biarlah rasa di dalam dada tetap terasa, meski kita tak pernah bersama, mungkin karena memang tuhan tidak takdirkan demikian..

Ah, sudahlah..
Mungkin aku juga memang sudah terlalu lama bertapa di gua yang tersembunyi di kaki gunung. Memang sudah lama juga sejak terakhir kali aku meminta seorang wanita tuk menjadi milikku, sekitar tiga tahun lalu. Sejak itu, aku selalu merasa bahwa hubungan itu adalah tentang bagaimana kita menyimpan, menunjukkan, dan menikmati rasa yang ada di dada. Meski itu searah, atau bahkan, beruntungnya ketika itu berbalas!

Bila memang toh itu nantinya berbalas, maka izinkan aku tuk bersyukur pada segenap penghuni surga yang telah memberikan izin bagiku tuk memiliki sebuah malaikat lagi. Setelah berkelana demikian lama, akhirnya sang jejaka mampu memiliki bidadari bumi lainnya. Mungkin kali ini, ia tak akan menjanjikan apapun seperti masa sebelumnya. Namun, izinkan agar malaikat baru tersebut, bisa semakin tinggi terbang dan sang jejaka takkan pernah mematahkan saya bidadari itu.

Masih belum mampu menjelaskan apapun sih, tapi... Selamat menikmati tulisan saya J

Komentar