Pahlawan (Kenapa Harus) Bertopeng





Well, this is might be my last blogpost this year. Or may be not, I’m not sure actually. Hahahaha.

Akhir-akhir ini saya bertemu dengan banyak orang yang idenya koplak luar biasa, sangat utopis, tapi ternyata mereka berhasil menerapkannya dengan sangat baik, mereka melakukan manajemen ide perubahan sosial (mengacu pada statement mas bukik), dan membuat ide sosial mereka menjadi sebuah social actions yang konkrit dan terasa di masyarakat. Bukan sekedar kampanye peningkatan kesadaran, yang kita selalu terbentur ketika mencari sejauh mana parameter keberhasilan berhasil diraih. Atau mungkin lebih parah lagi, ada banyak perubahan sosial yang hanya terlihat, namun tidak terasa!

Tetapi mari kita hening sejenak melihat sebuah fenomenar baru kaum urban, ketika berbagai ide sosial dijadikan sebuah topeng kepedulian. Belum lagi ketika social actions dijadikan sebuah acara rutin, atau bahkan lebih miris lagi hanya dijadikan aksi untuk memperluas jejaring bagi orang tertentu yang juga hadir dengan interest tertentu. Mari kita berpikir sejenak tentang konflik kepentingan yang mungkin terjadi, dan potensi ketidak – idealis –an para sosialita (saya memilih menggunakan kata ini daripada mengubahnya menjadi penggiat sosial). Mari kita lihat contohnya, ada banyak orang terkemuka yang menjadi bagian dari pergerakan sosial namun tidak berhasil menyelami isu sosial yang membuat mereka berkoar-koar meneriakkan kata perjuangan ke jalan raya. Parahnya mereka malah dengan bangga masuk ke acara-acara di berbagai stasiun televisi, seolah hal itu bisa membanggakan (ditengah ketidak konkritan aksi berbagai pihak).

Tetapi jika engkau memberi sedekah
 janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu (Matius 6:3)

Berkaca dari nats alkitab tersebut, saya memiliki segumpal pertanyaan yang tajam. Lantas, apakah bila ingin menjadi pengubah kita harus menjadi pribadi yang ternama? Apakah kita harus membuat semua orang mengenal kita dan menikmati ketenaran fana? Apakah untuk membuat sebuah kehebatan, kita harus membuat semua hal di hidup kita menjadi pusat perhatian seluruh jagad raya dan antariksa? Atau mungkin, kecenderungan melakukan sesuatu adalah dengan memperluas ketenaran agar semakin banyak yang membantu?

Well, entah kenapa saya merasa apapun jawaban dari segumpal pertanyaan tersebut akan menghasilkan statement yang make sense sih. Asal jangan sampai nanti di masa yang akan datang, kata ‘aktivis’ menjadi sebuah ‘profesi’ yang ternyata menjadi salah satu favorit banyak orang di dunia. Karena memang dicitrakan sebagai pribadi yang sangat peduli pada dunia namun kita tidak pernah tau bagaimana rekam jejak perubahan sosial yang mungkin telah diinisiasi oleh dirinya dan kelompoknya. Atau bahkan mungkin penggubah sosial kelak menjadi posisi yang paling banyak diincar oleh anak SD karena memang konsep penggubah sosial menjadi top of mind dalam hal cita-cita yang membanggakan.

Self + reflection + is + totally + needed

Saya tidak mengkritisi siapapun, saya cuma sedang belajar untuk menjadi lebih mengukur diri, lebih sadar diri. Kita seringkali mengagumi orang, terinspirasi oleh sosok tenar yang kita lihat ditelevisi. Seringkali lupa bahwa ada banyak topeng yang mereka lakukan, membedaki borok mereka agar wajah terlihat begitu halus. Mereka hanya tidak tahu pakar komunikasi A yang mungkin sering meninggalkan mahasiswanya di kelas hanya untuk menjadi domba jantan di depan kamera, atau mungkin artis B yang sebenarnya baru saja menangisi keluarganya yang broken home namun sudah tersenyum begitu ceria ketika wajahnya menjadi pusat perhatian seluruh pria di Indonesia.

Bisakah kita, sejenak saja melihat orang secara lebih jelas? Menelanjangi kemunafikan cerdik yang mereka lakukan hanya untuk membuat publik tertipu dan tidak menyadari kebohongan yang sedang mereka lakukan. Atau mungkin kita memang perlu belajar untuk tidak menjudge orang di pertemuan pertama, agar waktulah yang akan menelanjangi pemikiran dan manner dari setiap orang yang kita temui!

Hamba hanyalah abdi, yang selalu coba tuk lakukan terbaik untuk para paduka. Biarkan sang ratu lebah tertawa, bahagia, menari, bersenandung, sebab hanya itulah yang bisa dilakukan para lebah pekerja untuk tetap menjamin koloni akan tetap baik-baik saja dan bahkan mungkin tetap konsisten berkembang tuk kepentingan bersama. Karena tidaklah mungkin semua orang menjadi kepala yang terlihat cantik dan dikenali oleh setiap orang karena keindahannya. Bukankah untuk hidup kita juga membutuhkan jantung tuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh, dan hati untuk mendetoksifikasi racun yang tersebar di dalam daging ini.

Bila boleh memilih, hamba akan memilih menjadi jantung yang selamanya akan hidup tanpa kosemetik. Apalah artinya kecantikan yang dipoles oleh kepalsuan, atau kemegahan yang terbalut omong kosong!  Apapun yang saya tulis, adalah sebuah self reflection yang mutlak saya tuliskan agar saya sadar betul bahwa bergabung dengan dunia social movement seharusnya tidak membuat saya lupa apa alasan utama saya ada di barisan ini. Tulisan ini menjadi pengingat saya, agar jangan terbuang dengan ‘peluang’ yang mungkin akan membuat saya terlalu menikmati kefanaan.

TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah  nama TUHAN (Ayub 3 : 21)

Komentar

  1. From what I see,you haven't live long enough to be able to say such solid comment on how others faking-as you called it,their reputation. šŸ˜‰

    BalasHapus

Posting Komentar