Picture from http://gotcurls.wordpress.com/2012/06/07/love-thursday-the-waves/ |
Kita mencinta, dicinta, dibenci dan membenci.
Kita melirik, dilirik, meninggalkan dan ditinggalkan
Kita memahami , dipahami,
berdebat dan didebat
Kita memulai, diajak mulai, mengakhiri dan diminta berakhir
Beberapa waktu yang lalu ada seseorang yang menanyakan sesuatu padaku,
“Lo lagi suka siapa gi?”. Well, mungkin akan lebih menarik kalau dijawab
melalui tulisan, biar bisa lebih detail dan tidak membuat pemahaman yang
berbeda karena salah memahami kalimat yang terucap.
Mungkin, jawabannya bisa dimulai dengan ‘tidak tahu’ saja! Karena entah
kenapa mungkin lebih menarik kalau kita tidak mengetahui siapa yang sedang kita
sukai secara terburu-buru, daripada kemudian mengetahui siapa yang memiliki
hati ini tapi tidak tau bagaimana cara terbaik untuk bisa tetap menikmati rasa
itu untuk jangka waktu yang lebih lama. Betul sekali, ini tentang bagaimana
kita menikmati bagaimana rasa yang ada di hati.
Bagiku, mencinta itu seolah menikmati permen lollipop. Akan lebih nikmat
ketika kita hisap manisnya secara perlahan daripada mengunyah permen karet yang
manisnya hanya terasa sesaat tapi membuat tenggorok begitu lelah tuk tetap
mengunyahnya berjam-jam. Atau seperti menikmati segarnya embun pagi hari sambil
melakukan relaksasi, agar bisa berlama-lama menghirup udara tanpa polusi, bukan
seperti berlari marathon yang membuat nafas tersengal-sengal dan tidak
menyadari betapa perharganya tiap liter oksigen yang tuhan ciptakan.
Kamu mungkin menilai bahwa kita di Jakarta segalanya selalu berorientasi
pada goal, baiklah mari kita mengubah sedikit mindset tersebut. Cinta tidaklah
hal yang logis dan dapat dirumuskan dengan akal sehat. Cinta lebih terlihat
seperti sebuah mujizat yang memang tuhan titipkan pada kita semua agar manusia
bisa mencinta sesamanya dengan versi yang beraneka macam. Cinta yang memang
hanya sebagai teman, sebagai rekan, sebagai sahabat, keluarga, atau bahkan
sebagai pasangan. Kitalah yang menentukan bagaimana cinta itu akan dibentuk,
dan dihilangkan dengan berbagai sikap yang kita tunjukkan.
Beberapa orang memilih untuk belajar mencintai dengan lebih dewasa,
dengan memaknai sebagai proses ‘pdkt’ mutlak sebagai proses ‘menjadi dekat’
bukan ‘menjadi kekasih atau tidak’. Sebagian lagi, bergerak terlalu cepat
mengejar obsesi untuk mengakhiri masa lajang dengan menjadikan setiap proses
‘pdkt’ sebagai upaya menjadikan orang lain kekasihnya. Bagiku, keduanya lebih
menyerupai pilihan yang memang sedari awal telah ada di hadapan kita. Sebagai
manusia, kita memiliki hak untuk memilihnya sesuai dengan kehendak kita.
Kalau aku boleh memilih, seperti halnya permen lollipop itu, aku pun
akan menikmati setiap proses yang kita alami sebagai bagian dari membuat saling
mengenal dan saling mengetahui. Goal dari setiap proses pendekatan adalah menjadi
dekat antara aku dengan seseorang lain. Karena toh, ‘pdkt’ pun bukan harus
antara pria dengan wanita, namun juga pria dan pria, atau wanita dengan wanita.
Bukankah ketika kita berada di sebuah lingkungan baru kita juga melakukan
‘pdkt’? So, kenapa kita membatasi proses ‘pdkt’ itu hanya menjadi aktivitas
mencari seorang kekasih? Terkadang, hal ini justru terlihat sebagai sebuah
kekhilafan kita dalam menikmati indahnya sebuah hubungan.
Setiap detik kesempatan yang kita habiskan bersama, setiap tawa yang muncul
dari interaksi kita, setiap senyuman yang terpancar dari wajah orang lain, itu
adalah sebuah berkah yang aku sangat hargai. Menikmati detik demi detik
kebersamaan, seolah menjadi lebih mewah daripada mematok sebuah target yang
terlalu tinggi dalam sebuah hubungan. Melihat perkembangan keterbukaan
percakapan yang kita lakukan, mendengar berbagai ucapanmu yang semakin hari
semakin berani mengucapkan hal-hal pribadi, bukankah itu lebih berguna dalam
sebuah hubungan…?
Aku hanya ingin, setiap detik yang kita dedikasikan bersama, menjadi
lebih berarti dan bermakna. Karena selalu ada effort yang kita berikan dalam setiap kebersamaan tersebut. Semakin
hari, semakin mencoba memahami, sehingga mencoba memaknai kemana hubungan akan
dibawa tuk berlabuh. Hingga kelak, kita akan mencoba membagikan rencana dan
visi kehidupan masing-masing, dan tentukan apakah kita akan menjadikan
kebersamaan ini sebuah keterikatan.
Prosesnya panjang? Ya, karena kita lebih baik tidak memulai sesuatu yang
kita sudah bisa pastikan akan berakhir di masa yang akan datang. Buat apa
membuang waktu terlalu banyak bila hanya ingin bermain-main dengan situasi?
Bukankah akan lebih baik bila kita tetapkan sedari awal tujuan kita agar
kemudian kita bisa mengarahkan kapal ini secara lebih terarah ke pelabuhan yang
kita tuju, bukan justru berputar-putar di luasnya samudera. Well, nikmatilah
setiap detik proses yang ada di hadapan kita, jangan terlalu banyak jika,
jangan terlalu banyak maka, jangan terlalu banyak bermimpi palsu, lakukanlah
yang bisa kamu lakukan dengan baik. Berbuatlah sebaik mungkin dalam setiap
waktu yang tersedia, karena toh kita tidak pernah tau kapan waktu yang tuhan
berikan, akan berakhir.
12 Feb 2013
Komentar
Posting Komentar