Kenapa Saya Masih Hidup, Yah?





Kamu pernah bertanya, ‘kenapa saya harus hidup?’ atau mungkin ‘kenapa Tuhan masih kasih saya nafas?’
Mungkin kamu tidak pernah, tapi saya sering! Kadang dalam doa di kesunyian, saya bertanya tentang alasan kenapa Tuhan masih percayakan saya tuk tetap tinggal di bumi ini. Kadang dalam perenungan personal, saya bertanya tentang bagaimana saya bisa menjadi lebih berguna bagi siapa pun yang ada di sekitar saya. Kadang, dalam keheningan saya meratap ke angkasa luas sambil berserah pada seluruh rencana yang Ia tuliskan dalam buku kehidupan saya.

Kamu tau rasanya dibandingkan?
Iya, beberapa waktu lalu saya dibandingkan, tepatnya ketika saya tertarik dengan sesuatu, dan orang di sekitar saya mengomparasi diri saya dengan koefisien lain yang memungkinkan saya mendapatkan sesuatu itu tadi. Kamu tau rasanya dibandingkan? Seperti ingin berteriak ‘diam’ pada dunia, tapi sadar kalau tiap orang berhak tuk berbicara! Saya akhirnya memilih untuk mengalah, seolah bisu tuli padahal tiap kata yang terucap ibarat jarum yang menembus raga yang semakin menipis.

Kenapa saya harus hidup?
Karena memang Bapa di surga masih percaya bahwa ada guna kehidupanku, ia ingin melihatku tersenyum dan tertawa. Karena mungkin ada peranan dalam lika liku kehidupan yang masih harus saya selesaikan. Kamu tau, setiap orang dilahirkan berguna, bahkan dalam ketidak bergunaannya. Kamu tau, bahkan orang yang sering dibully pun, memang harus ada dalam setiap karakter tokoh. Biar orang yang antagonis bisa mendapat peranan seimbang, makanya dia ada di panggung sandiwara itu. Coba bayangin, apa jadinya Opera Van Java tanpa sule atau aziz yang setiap hari Cuma jadi bahan hinaan. Tapi mereka tetap mendapat berkat dari berbagai rasa yang mereka alami kan?

Kamu tau bagaimana rasanya jadi saya?
Saya seorang agnostic, bisa dibilang status itu adalah salah satu yang paling hina. Saya percaya pada Tuhan, memujanya dalam tiap helaan nafas. Bahkan saya berbuat kebaikan, tanpa berharap saya masuk surga. Saya seorang agnostic, dan saya tidak menjadikan pahala – dosa sebagai bagian dari Indikator kehidupan saya. Semua hanya ada soal kebaikan, dan bagaimana bisa berguna bagi orang lain. Saya tidak suka menjadi orang yang mengejar pamrih, lihatlah para pemuka agama yang menjadikan pahala sebagai kompensasi. Tidak bisakah mereka lebih kreatif mencari hadiah lain selain pahala dan surga bagi orang baik? Mungkin di masa depan, orang baik bisa diganjar dengan gadget paling mutakhir atau voucher makan sepuasya!

Pernah berpikir tentang agnostic-isme saya?
Saya tidak suka jadi agnostic, selamanya saya akan percaya pada Yesus. Kemarin saya bicara dengan @andelimonika, dia bilang siapapun yang percaya pada Yesus adalah orang Kristen. Berarti saya masih Kristen dong? Ah iya, saya suka tetap berada di barisan Kristen! Tapi saya tidak mau ke gereja, tidak selama masih ada pendeta matre dan PGI tidak bisa selesaikan kasus itu. Tidak juga selama masih ada pendeta tamak yang ingin berbisnis dan jadi politisi tapi PGI hanya bisa diam dalam gelapnya malam.

Kamu tau, sebagai agnostic saya sangat menderita. Saya ingin memuja Yesus dengan cara saya, ingin tetap bersamanya dan bersyukur atas perlindungannya. Tapi kadang tidak semua hal bisa semudah itu, teman! Kamu tau sakitnya jadi pria agnostic? Wanita muslim mau pria sholeh, sementara wanita Kristen mau pria yang bisa jadi imam! Lantas, saya harus bagaimana?

Saya sedang ingin tersenyum sih, bukan karena situasi telah berubah, tapi karena saya mendapati walau saya tengah berlari begitu jauh dari rumah, tak sedetikpun Tuhan tinggalkan saya. Tuhan, saya masih bersamamu, kamu tau bagaimana perihnya jadi saya, kan? Saya Cuma ingin, Kakek dan Paman saya yang penatua itu, tidak membela ayah yang pecandu narkoba dan suka main perempuan. Tuhan, saya sudah lama ingin pulang, tapi rumah masih belum begitu bersahabat untuk saya! Tuhan, saya ingin sekali dunia menjadi lebih bersahabat dan semuanya jadi lebih ramah. Saya ingin sekali tersenyum lagi, menjadi orang ramah, bisa lebih menyenangkan.

Kamu Pernah Menunggu?
Beberapa orang mungkin terlahir sebagai putri raja, mau apa saja tinggal minta. Tidak dengan saya, saya terbiasa menunggu, atau bahkan bekerja keras untuk mewujudkan penantian saya. Tuhan, kau pasti tau kalau ginjal saya sudah divonis menderita kista sejak 2 tahun lalu, sejak saat itu pula saya tidak pernah ke dokter untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan ginjal kanan ini, meski setiap kali letih rasanya ada nyeri di pinggang. Saya menunggu, menunggu Tuhan beri rezeki hingga papa mama bisa bawa saya ke dokter yang mungkin tidak terbaik, tapi bisa angkat penyakit ini. Walau hingga kini bapak tidak pernah tanya kabar saya dan bagaimana ginjal saya, saya bertekun dan menunggu hingga saat itu akan datang, saat yang memang Tuhan pasti sudah siapkan.

Begitupun dengan hubungan saya bersama seseorang, cinta! Saya menanti dengan sabar untuk setiap orang yang saya kasihi. Saya tau bahwa menunggu dengan senyuman adalah cara terbaik untuk bisa menikmati sebuah kehidupan. Saya tidak ingin memaksa kehendak saya, karena tahu Tuhan sudah siapkan yang terbaik. Saya sudah menunggu setengah putaran bumi, dan masih ada setengah kalender lain yang saya sisakan untuk melihat kedepan berbagai peluang yang mungkin muncul. Saya tau, saya bergerak di lautan yang terlalu luas, tapi saya percaya bahwa dalam setiap perjalanan kita harus menikmati rahasia dan kejutan yang mungkin bisa berasa begitu manis bila kita nikmati. Setiap jalan yang Tuhan berikan pada kita, adalah proses untuk menjadi lebih baik. Penantian, ibarat sebuah ujian, bila memang Tuhan tidak takdirkan saya tidak boleh mengandalkan ego tuk paksakan.

Tuhan, aku tau makna menunggu adalah tentang ketekunan dan pengharapan. Aku sadar, dalam setiap penantian, aku tak berhak untuk marah ketika doaku tak terpenuhi. Bukan karena aku sok beriman, tapi karena aku tau bahwa Tuhan sayang saya, lebih dari orang lain sayang saya. Semua doa saya, pasti Tuhan dengar, tapi tidak semua penantian akan berujung dengan senyuman, kalau saya marah dalam kekecewaan saya, artinya saya baru saja memarahi Tuhan yang berikan saya nafas kehidupan. Tuhan, ajarkan saya untuk menunggu tanpa berekspektasi terlalu jauh, sehingga ketika saya mendapat buah yang manis, saya sempat bersyukur dan mengucapkan salam karena Tuhanlah yang berikan berkat itu pada saya.

Tuhan, saya tau kenapa saya harus hidup.
Karena masih ada bagian yang ternyata belum selesai dari kepingan kehidupan saya, dan Tuhan mau saya berlari ke arah itu kan? Tuhan, saya lelah berlari sendiri, bisakah engkau berikan saya lebih banyak penopang? Seorang teman dari Bali sudah kau titipkan, adakah lagi yang mungkin masih engkau persiapkan bagiku? Tuhan, kalau engkau memang takdirkan demikian, jadikanlah, bila tidak aku dari awal sudah tau harus berbuat apa. Bila memang jawabannya adalah tunggu, aku akan tetap menunggu, sampai engkau berikan jawaban terbaik yang pasti akan buat saya tetap tersenyum.


Tuhan, Janganlah terlalu jahat tuk tinggalkan saya .. .. 

Komentar

Posting Komentar