Artikel ini ditulis untuk merangkum sebuah percakapan dengan seseorang. Percakapan
random yang sebenarnya mendadak menjadi terlalu serius, karena beberapa mosi
yang keluar memang dari awal sudah berat. Akhirnya, jadi sulit untuk mengelak dari
topik pembicaraan yang sebenarnya terlalu cepat untuk dibahas ini. Jadi, tadi
malam si seseorang itu bercerita tentang teman-temannya yang masih berusia 21
tahunan, namun sudah banyak yang menikah. Beberapa teman seangkatannya, bahkan
telah memiliki momongan. Waktu memang berjalan begitu cepat, tapi bukankah 21
masih usia yang sangat muda?
Tentang Batas
Beberapa orang bercerita, bahwa pernikahan adalah sebuah chapter baru
dalam kehidupan. Karena, setelah menikah kita akan menjalani situasi yang
berbeda dari saat kita masih belum menikah. Beda gimana? Suami jadi melarang
istri bekerja terlalu sibuk atas dasar anak dan keluarga? Kenapa ngga suaminya
aja yang mengurus anak dan rumah? Atau, seorang istri yang kemudian diatur oleh
suami pada saat ingin mengambil beasiswa keluar negeri? Mencoba tantangan baru
dalam karir, tapi dibatasi? Atau apa? Bukankah sang pria menikah dengan seorang
wanita untuk menyamakan visi-misi kehidupan, dan bersinergi untuk membuat
kehidupan keduanya menjadi lebih baik?
Saya bukan seorang feminis, tapi ini adalah prinsip kesetaraan, tentang
menghargai seorang wanita sebagai sesama manusia. Ayah dan ibu saya menikah
dalam prinsip yang tidak setara, sehingga Ibu saya mati-matian menyekolahkan
saya. Hal ini, tidak lain karena ibu memang tidak cukup pintar, untuk bisa
memulai sebuah kewirausahaan. Juga tidak begitu berpendidikan, untuk menjadi
seorang pekerja.
Beberapa agama, mengajarkan bahwa pria harus melindungi wanita. Tapi,
apakah melindungi wanita itu maknanya sama dengan memaksa kehendak dan akan
marah bila kehendaknya ditentang? Bukankah seorang pria, sang imam, harusnya
menjadi pengarah yang baik bagi wanita nya? Bukan menjadi seolah tuan dan
majikan, yang bisa mengatur hidup seenaknya tanpa harus ada keterlibatan dan
diskusi dalam pengambilan keputusan? Bukankah hubungan dan komitmen adalah soal
sekumpulan keputusan yang diambil bersama karena ada irisan kepentingan
didalamnya?
Tentang Pendidikan
Aku selalu berharap, bila kelak aku memiliki pasangan ia akan memiliki
pendidikan yang mapan. Bukan untuk kubanggakan, tapi karena memang demikianlah
seharusnya. Bukankah wanita yang terdidik akan memiliki kemampuan untuk
memilihkan anaknya pendidikan yang terbaik, dan membuat sebuah keluarga yang
didasari oleh pendidikan sebagai sebuah fondasi? Bukankah pendidikan yang
dimiliki oleh seorang wanita, akan membuat dia memiliki suara dan pandangan
yang bahkan didengar dan didukung oleh para pria? Menaruh investasi (dalam hal
ini pendidikan) pada seorang wanita, artinya sama saja dengan bersiap untuk
menginvestasikan pendidikan pendidikan bagi segenap anggota keluarga yang akan
dia didik nantinya.
Selain itu, aku selalu menyadari bahwa persaingan pasar semakin ketat. Dunia
semakin berusaha menerapkan strategi bisnis untuk mencapai prinsip ekonomi ‘untung
besar, modal minim’. Aku minta maaf, kalau aku pernah berkata pada seseorang
itu ‘berapa pun hebatnya kamu, dan bahkan
meski kamu sudah lama disana, kamu paling cuma akan jadi sales!’ lalu kamu,
dengan wajar menjawab ‘aku di kantor
sudah jadi tangan kanan bos kok. Tapi kamu benar, aku emang cuma jadi sales!’
Mungkin perkataan saya terkesan kasar dan frontal, saya tau! Tapi demi
kebaikan, dan karena perhatian, kita kadang memang tidak punya pilihan. J
Tidak seorang pun memiliki hak untuk mengintervensi pendidikan orang tapi
ada kalanya kita memang harus menjadi mesin bagi orang lain yang memang
kebetulan tidak memiliki kesempatan melihat hal-hal indah yang pernah terjadi
karena pendidikan, seperti yang saya lihat. Pendidikan adalah escalator perubahan,
ada banyak hal yang mungkin diciptakan oleh pendidikan, tapi pertama dan
terutama, mindset yang bagus!
Mindset anak Harvard, Anak Oxford, Anak NTU, Anak UI, dan anak kampus lain,
pasti berbeda, sesimple itu! J
Tentang Sinergi
Pada sebuah hubungan, konsep kesetaraan dan sinergi menjadi sangat
penting. Pria dan wanita saling mengisi dan saling membantu. Itulah sebabnya,
ketika memilih pasangan pilihlah yang bisa mengisi kekuranganmu, namun memiliki
visi hidup yang sama dan sejajar dengan yang kamu miliki. Kehidupan bukanlah
hanya sekedar kecantikan dan keindahan, tapi tentang saling mengerti, dan
mengisi untuk membuat sebuah hal yang bisa berdampak lebih luas bagi pribadi
lepas pribadi. Sinergi bisa diwujudkan dengan bagaimana kita berdiskusi ketika
membeli sebuah rumah, membangun dan mengisi interiornya. Membagi tugas dalam
mengurus rumah, mengasuh anak, dan ada banyak lagi hal yang harus dibahas. Apakah
begitu sulit untuk membahas sebuah sinergi dalam berpasangan?
Tentang Tanggung Jawab
Menikah, bukan hanya tentang menjalankan hukum atau perintah agama. Sebuah
logika yang salah ketika kita merasa dengan menikah kita telah beribadah. Pernikahan,
idealnya merupakan sebuah keputusan yang memang telah diambil dengan pemikiran
matang. Betapa miris ketika pernikahan hanya sekedar sebuah ritual, yang
mungkin diambil karena terpaksa, terutama bagi beberapa pernikahan yang
mempelainya telah memasuki usia matang dan lebih dari matang.
Dalam pernikahan, kita memiliki tanggung jawab untuk mengerti seseorang
yang menjadi pasangan kita. Pasangan bukan hanya sekedar boneka, namun mahluk
yang memang semestinya kita pahami seperti seorang sahabat. Seharusnya, dalam
pernikahan tidak ada pihak yang memaksakan kehendak, namun memiliki komitmen
untuk mengembangkan keluarganya sebagai sebuah tanggung jawab.
Bicara tentang menikah, berkeluarga, pasti bicara tentang anak. Buat apa
menikah cepat, di usia 22 tahun, tapi gaji masih 3juta rupiah? Bagaimana cara
menyekolahkan anak di tempat terbaik, memberikan mereka les bahasa inggris dan
matematika di tempat yang baik, bagaimana memberikan susu dan makanan bergizi
bagi anak yang memang sudah selayaknya mereka dapatkan? Itulah sebabnya, butuh
wanita yang berpendidikan agar tau bagaimana cara mendidik anak, dan ada pria
yang berpendidikan juga yang akan memeluk hangat anaknya ketika seorang ibu
terkadang begitu ketus pada anaknya. #Curcol
Epilog
Well, Kamu mungkin berkata bahwa ‘ini tidak akan mudah’, aku percaya
bahkan jauh sebelum kamu meminta aku percaya. Sama seperti dulu ketika aku
ingin menjadi mahasiswa UI, semuanya jelas terlihat tidak mudah. Tapi, bukankah
Tuhan mencintai umatnya yang bertekun dalam pengharapan, dan tetap memegang
teguh doa yang selalu kita bisikkan padaNya dalam setiap malam yang kita lalui?
Bersukacitalah dalam pengharapan,
sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! (Roma 12:12)
Percayalah, Tuhan tidak akan memberi cobaan lebih dari batas kemampuan
umatNya! Percayalah, selalu ada jalan dalam setiap usaha, walaupun jalan itu
bukan yang paling manis.
Komentar
Posting Komentar