Inspirasi Tak Terlihat


Siang itu, saya menerima sebuah surat elektronik dari seorang teman yang sudah saya kenal lebih dari dua tahun. Judulnya sudah membuat penasaran, dia menulis ‘Mohon Restu’ sebagai pengantar. Sedikit penasaran, karena saya yakin dia bukan sedang minta restu untuk menikah. Naïf sekali kalau teman saya yang belum wisuda itu sudah minta restu untuk menikah. Naïf, karena saya tau dia bukan golongan orang berpemikiran dangkal yang akan bilang ‘takdir ada di tangan tuhan, menikah itu ibadah, pasti tuhan akan berikan jalan bagi mereka yang beribadah’. Yaaa, takdir memang ditangan tuhan, tapi tidak ada gunanya juga kan berharap kalau kita tidak berusaha.



Jemari ini kemudian memainkan komputer jinjing saya, membuka apa isinya. Ketika saya membuka surat elektronik tersebut, isinya sangat mengejutkan saya.



From: WAHYU SETYO BUDHI
Date: 2013/9/11
Subject: Mohon Restu
To: Ogi Wicaksana

Dear Ogi,
Gi, gue enggak bisa banyak-banyak lah ngomongnya. Yang jelas gue mau pamitan. Gue malem ini Insya Allah berangkat ke Polandia dan stay disana kurang lebih 10 bulan. Gue bakal kuliah di Political Science Studies, Institute of Political Science, University of Warsaw untuk 1 tahun akademik. Nggak usah nanya lah ya kenapa gue milih Political Science, lo pasti ngerti lah :')
Gue juga mau minta maaf kalo banyak salah, kalo banyak kelakuan gue yang nggak ngenakin. Terima kasih udah jadi temen yang baik, adek yang oke banget, dan jadi salah satu inspirasi dalam hidup gue (ini bukan statement berbayar kok, tenang aja). See you again someday yah, Gi.
Taun depan ketemu lagi lah ya, mamam di GI lagi, nonton di Blitz lagi..
Hehehe

--
Regards,
WAHYU SETYO BUDHI
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia



Saya tersenyum setelah membaca email dari Wahyu. Saya tersenyum, karena Ia memberitahu saya bahwa saya baru saja berhasil menjadi teladan tanpa harus menjadi seseorang yang ada di frontline dan berperilaku terlalu mainstream. Saya, selalu merasa seperti ras arya, memiliki keangkuhan tinggi atas apa yang memang benar-benar saya miliki. Saya senang sekali, bisa menjadi terang dan garam bagi seseorang tanpa harus menjadi seseorang yang ‘terlihat’ di muka umum.

Sejak kecil, saya tidak pernah iri atas apapun yang orang miliki (kecuali keluarga yang utuh). Karena saya mensyukuri hidup saya, saya sadar betul semua yang tuhan percayakan sebenarnya cukup untuk saya. Seperti halnya ras arya, saya sering merasa berada satu level diatas orang mayoritas. Kekayaan, kecerdasan, kemampuan, daya tahan, keberanian, kerja keras, dan bahkan kemauan mengambil resiko. Saya bersyukur, saya seringkali berada setingkat diatas level normal (rerata), dan saya selalu menganggap itu sebagai bagian dari berkat yang Tuhan percayakan kepada saya.



Bagi saya, tidak perlu terlalu menjadi orang yang ada di depan untuk membuat orang yang yakin akan kapasitas kita. Saya percaya bahwa kapasitas dan kualitas adalah tentang sesuatu yang terasa, bukan terlihat. Sejak awal saya berada di circle social movement, saya sangat jarang sekali meminta kesempatan untuk bisa tampil di depan dan menjadi penceramah. Saya lebih sering memberi panggung daripada menjadi pemilik panggung, karena begitulah hidup semua punya peranannya bukan.

Saya sering tersenyum melihat banyak orang berlomba untuk tampil, tapi tidak ada niat menghakimi. Siapa saya menghakimi, siapa saya mengurusi bagian langit? Tapi tentang menginspirasi, sekali lagi leadership bukan hanya tentang membuat diri kita terlihat tapi juga tentang membuat orang di sekitar kita merasakan dan mengakui. Selamat berpetualang Wahyu, sampai jumpa di lantai yang lebih tinggi. 


Komentar