Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda
- Tan Malaka -
Akhirnya, setelah dua tahun vakum dari dunia akademisi mulai 14 September saya akan kembali menjadi mahasiswa lagi. Bedanya, dulu waktu mahasiswa saya lebih berandalan, sekarang jauh lebih matang dalam menyikapi keadaan. Permasalahan dalam hidup yang saya atau orang lain alami, membuat saya belajar bahwa betapapun beratnya kehidupan, kita masih harus terus maju dan berusaha melakukan yang terbaik agar bisa bertahan. Pilihannya cuma satu, habis diinjak dibawah atau berjuang naik keatas meski tertatih.
Saya memilih: Maju!
Bagi saya, idealisme (dulu mungkin) adalah segalanya. Saya berpikir bisa mengubah dunia, merasa bisa menjadi bagian dari upaya menciptakan sesuatu yang lebih baik. Tapi mungkin saya lupa bahwa fondasi utama dari mimpi saya itu, adalah diri Saya sendiri. Saya berpikir, bagaimana mungkin saya merubah orang lain bila diri saya pun kaku terhadap perubahan. Tidak dinamis dan mengabaikan fakta bahwa saya harus terus meluangkan waktu dan energi untuk diri sendiri.
Kita tentunya tidak bisa mengambil banyak hal dengan waktu yang sangat terbatas. Betapaun tingginya hasrat kita untuk melakukan sesuatu, harus selalu ingat bahwa Tuhan tidak selalu mengizinkan kita untuk mencapai semua yang kita harapkan. Saya belajar, tidak semua yang kita mau akan kita dapat. Hal yang mungkin bisa saya lakukan adalah berusaha memberikan yang terbaik saya bisa lakukan, selanjutnya saya harus belajar untuk bisa mengelola ekspektasi agar jangan kecewa terlalu dalam ketika yang saya harapkan tidak menjadi kenyataan.
Saya ingin lebih berfokus pada inti utama dari mimpi-mimpi saya, diri saya sendiri. Saya ingin meluangkan lebih banyak waktu dan tenaga untuk memberikan diri saya benefit atas segala investment saya di masa lampau. Mungkin ini adalah dampak dari berbagai kejenuhan saya terhadap mimpi membuat perubahan yang semakin jauh dari terwujud. Saya terlalu senang bisa membantu orang lain, tapi kini saya belajar bahwa saya perlu menyenangkan diri saya Sendiri.
Saya pikir, ini bukan ego melainkan realistis!
Tahun Terakhir!
Tulisan ini, mungkin juga menjadi salam perpisahan bagi saya dengan berbagai hal-hal kepemudaan. Mulai tanggal 14 September nanti, saya akan mulai menjalani periode perkuliahan agar bisa mengejar ketertinggalan saya dengan orang-orang di circle saya yang kini bahkan sudah masuk ke tingkatan lebih tinggi, magister atau profesi. Ada 3 hingga 4 semester yang harus saya tempuh, itu artinya saya sudah hampir pasti tidak akan punya waktu untuk melakukan hal-hal komunitas yang tentu saja akan menguras waktu dan energi saya.
Hidup mengajarkan saya bahwa kita tidak bisa membantu orang tapi justru tidak berusaha untuk menyelesaikan masalah sendiri. Sekarang mungkin waktu yang tepat untuk menjadi sarjana, agar bisa segera mengejar ketertinggalan dari mereka yang sudah berada di berbagai belahan dunia. Saya sepertinya terlalu banyak membuang waktu mengurusi kepentingan orang lain, dan lupa bahwa saya beserta orang-orang terdekat juga memiliki kebutuhan.
Mulai tahun depan, saya memilih untuk tidak menjadi pengurus di struktur manapun.
Sepertinya, ini adalah saat yang tepat untuk berhenti dan melihat dengan beda
Saya tidak terlalu mau lagi mengubah dunia, saya mau merubah kehidupan Saya.
Seseorang mengajarkan saya untuk jadi lebih realistis dalam menjalani hidup. Saya belajar bahwa kita tidak bisa sepenuhnya idealis dan akhirnya mengabaikan kepentingan sendiri. Kita mungkin boleh membantu orang, tapi bukan berarti kita tidak boleh berupaya untuk menciptakan lebih banyak pemasukan. Karena bukankah berbagai hal di hidup ini membutuhkan investasi? Lebih banyak menabung mungkin harus menjadi pilihan saat ini, mengingat mungkin akan ada semakin banyak kebutuhan dalam hidup.
Terima kasih untuk semua kesempatan dan pembelajaran selama saya bergabung dalam pergerakan. Sekarang, saya memilih untuk berjalan maju dan melihat dengan kacamata yang lebih realistis.
©Ogiwicaksana - Jakarta, 30 Agustus 2015
©Ogiwicaksana - Jakarta, 30 Agustus 2015
Komentar
Posting Komentar