A Letter About People Who Try to Pursue Their Dreams




Let’s Start


Pekerjaan, sama seperti jodoh kadang eemang ngga sesuai dengan keinginan. Kemarin gue ketemu seseorang, mantan calon kandidat teman kerja, yang sangat menarik. Hal yang mungkin akan selalu gue ingat adalah ketika Princess (begini dia minta gue tulis di artikel ini) bilang ‘Nikah bukan prioritas Gue LIMA tahun kedepan”. Sumpah ini hipster, mengingat betapa Felix Siam selalu berusaha untuk membuat para ukhti menikahi akhinya di usia muda, dan yaweslah #UdahputusinAja. Dengan 10 mantan, gue udah biasa ditolak or diterima cewek. Tapi Princess jadi cewek pertama yang nolak tawaran kerja dari gue. Setelah gue nunjukin portfolio dia, ke RIO DEWANTO, dan diapprove! 




Tapi hidup emang ga selalu sesuai yang kita mau, tapi kita harus tetap jalan. Kita kadang interest sama sesuatu tapi Tuhan ngga kasih kesempatan buat kita dapetin itu. Dari perempuan yang gue cinta di Jun-Dec’15, gue belajar tentang kedewasaan. Bahwa kadang, ketika sesuatu yang kita mau ngga sama kita, ya kita harus tetap mendukung pilihan itu, sambil berdoa bahwa pilihannya itu yang terbaik. Karena kita ngga boleh terlalu picik buat ngira kita bisa jadi yang terbaik buat semua orang (Buat case gue, taruhannya adalah arogansi intelektual gue sebagai alumni Universitas Nomor 1).

# cukup ya gi, songongnya! #


Heart

"I'm really sorry, Gue udah mikirin semaleman dan kita mungkin belom jodoh buat kerjaan kali ini. Maybe next time yah. But, thank you for inviting me anyway. Sebenernya, sebelum gue ketemu sama lo, gue udah dapet tawaran dari salah satu perusahaan. Tapi gue ngerasa tertarik aja sama project lo makanya gue kemarin ngobrol. Tapi semalem gue udah pertimbangin, dan gue akan lebih prefer kesana. I'm so sorry." - Princess (Percayalah nama princess bukan gombal, orangnya minta ditulis demikian!)


Ada beberapa hal dalam hidup yang kita ngga bisa ganggu gugat. Apalagi kalau kaitannya udah sama hati, kalo hati emang udah menyatakan sesuatu biasanya logika pun akan takluk. Kalian mungkin akan mengira gue kecewa ketika gue baca itu. Honestly, ada kecewanya dikit tapi perasaan seneng justru dominan pas gue baca chat itu. Karena gue tau betul bahwa we can't beg people to stay, if we know they want to leave. We're not a children anymore, seharusnya kita ngga boleh childish dengan memaksakan kehendak. Bukankah memaksa kepentingan kita kepada orang lain, seharusnya hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak intelek? 

It's About A Dream

Kamu pernah, jadi anak kecil? Aku pernah! Waktu kita kecil, kita bisa punya banyak mimpi dan cita-cita, orang tua bahkan selalu minta kita buat gantungkan mimpi setinggi angan. Tapi banyak hal berubah pas kita makin dewasa, coba aja di umur 23 tahun dan kamu bilang "cita-cita aku mau jadi entrepreneur dan kayanya boleh deh nikah umur 30". Jangan-jangan orang tua bakalan bilang kapal selam kalo udah 30 tahun itu karatan, mbok ya nikah lebih muda lagi. Mungkin beberapa orang yang mendukung kita buat bercita-cita kelak justru jadi orang yang akan paling depan bilang kita takabur waktu cerita soal apa yang kita mau dengan semangat.


Waktu princess bilang dia nolak tawaran gue, insting gue bekerja, dan gue langsung nyari info ke semua arah mata angin. Sampe temen gue bilang kalo Princess cerita ke dia "Being a part of multinational company is my biggest dream ever". Gue punya kesempatan untuk menjadi arogan dengan bilang "Halah, tau apa sih dia soal multinational company", tapi gue tau betul bahwa ngga ada mimpi yang boleh diremehkan. Gue dulu pernah mau kerja di United Nations, di 2013 gue dapat kesempatan buat jadi youth advisor. Tapi di kemudian hari gue sadar kalo mimpi besar gue yang sebenarnya, menciptakan dampak untuk orang banyak, ga akan bisa tercapai kalo gue kerja di Agency PBB. Why? Lembaga besar punya aturan, gue terlalu rebel buat nurutin semua itu.

But dream is a dream, you should fight for it until you realize that you should make a new dream because your old dream is no longer relevant with the purpose of your life.


Seorang perempuan pernah ngajarin ke gue betapa pentingnya bermimpi. Dia menginspirasi gue untuk menyadari bahwa kita emang hidup, di negara or tatanan sosial, dengan penuh keterbatasan untuk kata-kata mimpi. Mereka membatasi ruang gerak para pemimpi, membakar mimpi itu bahkan disaat belum tumbuh. Gue selalu ingin menjadi human developer dan dari princess gue belajar kalau gue harus benar-benar mengerti bahwa tiap orang harus diberi kesempatan untuk menguji coba teorinya tentang mimpi dan kesuksesan. Mencari tahu apakah jalan yang dia pikir benar itu akan mengantarkan dia ke mimpi-mimpi yang Ia pikirkan atau justru membuat dia terperosok.

Toh bukankah setiap orang menanggung sendiri harga (baik dan buruk) dari sebuah pilihan yang mereka buat?


Lo pernah ngga sih ngerasa, makin dewasa hidup tuh makin banyak obstacle ngga pentingnya. Lebih sering lagi, gue hadapin adalah "Yaudah, Gi, lo harus selalu berusaha polite buat nyenengin semua orang". Tapi Jumat (8/1) kemaren, Angga Sasongko bilang ke gue "Kenapa sih Gi, lo tuh selalu mikirin apa kata orang. Gue tuh kalo mikirin apa kata orang ngga akan bisa bikin film pemenang FFI kaya Cahaya dari Timur." Kata-kata itu menurut gue emang Tuhan design buat keluar di saat yang berurutan sama momen gue ketemu princess. Kenapa kita tunduk, pada hal yang mungkin sebenarnya cuma asumsi dan ngga faktual apa society sepenting itu? 

Whatever


Closing: Apa yg menarik dari perempuan cantik tanpa tujuan dan ambisi?

Gue selalu senang tiap kali liat orang ambisius, yang punya life plan dan ambisinya berasa banget. Apa ya, menurut gue mereka tuh keren dan tau banget kalo dunia ini keres dan kata-kata let it flow ngga akan selalu bisa bikin mereka beli rumah di daerah Tebet, apalagi bisa belanja sejuta sehari. Perlu mimpi, cita-cita dan ambisi buat bikin berbagai hal yang kita pikirin bisa kejadian. Ada bedanya perempuan yang bisa mengimbangi pria, dan perempuan yang jadi pelayan pria doang. Hidup emang keras, kehidupan pra dan post pernikahan pun ada cost structure yang jelas makin hari makin gede.


Gue ngga tau kenapa banyak pria melarang perempuannya bekerja. Gue lebih ngga ngerti ketika temen gue yang ga pernah masuk 10 besar, mikir bahwa calon istrinya yang sering jadi competitor gue menangin 3 besar kelas buat jadi ibu rumah tangga aja. waste of resources banget, orang bego cari duit dan orang cerdas cuma disuruh jadi inem di rumah. Ya iya sih sambil urus anak, tapi kenapa sih ngga mikirin aja gimana solusi terbaik buat wanita karir bisa tetap meluangkan waktu dan kasih sayang buat ngurus anak? Perempuan cerdas bisa mengimbangi, when actually perempuan cantik umumnya cuma menciptakan sexual desire di benak banyak pria.

Gue seneng, pake banget, kalo misalnya setiap perempuan bisa bermimpi dan bisa meraih mimpinya. Seharusnya emang semua perempuan bisa dapet kesempatan itu, kan? Wait bukan cuma perempuan, tapi laki-laki juga! Bayangin aja ada berapa banyak orang cerdas, perempuan dan laki-laki, terpendam kemampuannya cuma karena society bilang ke mereka, "Kamu harus tau diri, sadar siapa kamu!". Well, done! Gue sih dengan kecerdasan gue mah bakalan selalu rebel kalo ada orang yang coba bilang gitu ke gue.


Note: Tulisan ini sudah melalui proses pengeditan berkali-kali, penulis memohon maaf bila content nya masih terkesan sarkas. Mungkin beberapa pembaca justru merasa tercerahkan dengan tulisan sarkas yang dibuat oleh penulis.

10/1/16

Komentar

Posting Komentar