Hati siapa tak akan luluh melihat
senyuman manis Najwa Shihab, terlebih ketika tahu bahwa Ia sedang berada di Web
Summit 2017, Lisboa. Kalau antum googling sejenak, akan melihat self claim
panitia di laman awal. "The best technology conference on the planet”, Web
Summit brings Fortune 500 companies, groundbreaking startups and world-class
speakers to Lisbon. Terlepas dari kesadaran saya sebagai seorang PR bahwa semua
tagline adalah lips service, tapi melihat Najwa Shihab di Web Summit
menghadirkan sebuah tanda tanya bagi netizen macam saya.
Kok bisa News Anchor
pemenang Panasonic Gobel Awards 3 tahun beruntun di acara teknologi?
Lah emang doski
butuh? Ngartos gitu?
Tidak semua netizen memang
bertanya, beberapa mediocre ya Cuma bisa bilang ‘hebat, cool, funtastic’.
Wajar, mereka tidak punya achievement untuk dibanggakan, apalagi critical
thinking pasti cuma netizen angkuh dari kalangan (self claim) terpelajar yang
punya. Tapi beneran deh, itu Najwa ngapain di Web Summit 2017? Kalo Nadiem
Makariem, yang notabene saudara sesuku Najwa, ada di acara itu, netizen macam
saya pasti lebih bisa menerima.
Ihwal Najwa Shihab di Teknologi
Alkisah Najwa Shihab memilih
keluar dari TV Kebanggaan Indonesia dan tak lagi menjadi presenter acara Mata
Najwa, Ia kemudian menciptakan kamar dan rumahnya sendiri. Kamar karena Ia
bebas berekspresi terhadap cubicle yang dibangun dengan ventura dan capital
miliknya, rumah karena mereka yang tinggal bersama Najwa seolah tidak memiliki
kuasa tuk mengekang sang tuan rumah.
Ia kini sibuk dengan
Najwashihab.com yang jika Anda buka akan ada catatan: “Di sini olah kata dan
olah pikir saya. Semuanya barulah awalan. Masih banyak catatan dan rekaman yang
masih tersimpan dan akan terus ditambahkan. Sembari menunggu, sila intip
tayangan berbagai video ini dulu. Daftarkan emailmu dan ikuti akun-akun media
sosial itu agar kita bisa segera bertemu dan berbagi cerita baru.”
Najwa sepertinya beralih dari
News Anchor papan atas pemenang PGA 3 tahun berurutan menjadi startup founder
seperti Jeff Bezos, Mark Zuckerberg, atau sekalian saja Elon Musk. (Jika Anda
followers lambe turah, pasti tidak tau siapa mereka. Makanya, waktu Tuhan
bagi-bagi otak, minta yang ori jangan KW!) Melihat bagaimana sekarang Najwa
menjadi content creator di Channel Youtube startupnya, kita sadar bahwa secara
substansi Najwa tidak berubah. Tapi secara kanal supply chain, Ia memilih menolak kamar nyaman yang penuh aturan ke
sebuah kamar baru, masih belum stabil memang dan perlu dicat beberapa bagian,
tapi bisa memberikan kesempatan untuk berkreasi.
Startup butuh founder yang
kreatif, dan startup memang seringkali mengimplementasikan ide baru kemudian
membuat pemerintah gempor bikin regulasi. Gojek dan Gopay menunjukkan bagaimana
disruptive startup membuat para giant
perlu beradaptasi dan jangan terlena dengan romantika masa lalu. Mungkinkah
Najwa sedang menyiapkan laman Najwashihab.com sebagai salah satu content creator
terkemuka di Indonesia? Jelas, sudah pasti! Ia sedang menjadi diri sendiri
mungkin, lebih liar dalam mengeksekusi ide serta gagasan, tapi diatas itu semua
kebebasan berekspresi. Terlebih kan tidak ada KPI di Youtube yang bisa semprit
ina itu.
Apa Betul Najwa Masih Butuh
Televisi?
Seorang rekan dalam sebuah
diskusi menyatakan “Najwa ngga boleh lama-lama keluar dari TV, dia harus buruan
balik biar bisa mempertahankan popularitasnya.” Oh, beneran? Mungkin saja
keputusan Najwa keluar dari TV bukan sekedar karena Novel (Harry Potter /
Critical Eleven / Marmut Merah Jambu / atau Novel apa sih?) tapi lebih karena
sudah muak dengan kekangan dan keterbatasan.
Lagian buat apa tunduk pada
aturan jika platformnya terus menurun, riset ina itu sudah menunjukkan bahwa
memang tengah terjadi senjakala terhadap hal itu. Sementara di sisi lain, kita
bisa lihat bagaimana platform digital justru tengah sunrise. Berada di masa
jaya, dengan kedigdayaan Google (Bersama Youtube) dan Facebook (Bersama Instagram)
sebagai platform utama placement iklan hari ini. Jika platform lalu iklannya
makin seret, ya sudah tepat bergeser ke medium baru yang potensi iklannya masih
bisa diekspolitasi.
Akuilah captive market Najwa
Shihab itu kelas menengah yang kemungkinan besar memiliki akses terhadap
internet cepat. Saya saja nonton Mata Najwa Cuma bisa lewat Youtube, kalau
diriset, mungkin lebih separuh penonton utama juga dari sana. Lihat saja
berbagai episode Mata Najwa dengan viewers waw di Youtube. Edisi Djarot dan
Anies Sandi yang digarap oleh Najwa Shihab pun sudah dinikmati ratusan ribu
orang. RATUSAN RIBU REAL VIEWWERS YANG DATANYA TIDAK HARUS NGIKUTIN KATA
NIELSEN. Jadi, buat apa lagi ke TV coba?
Kalo orang tutorial dandan,
unboxing product, atau video main game doang bisa dapet jutaan viewers apalagi
video-video Najwa Shihab yang sudah pasti memberi alternative NARASI baru dalam
keseharian kita. Saya secara pribadi sekarang beralih dari nonton Bigo Live dan
Lambe Turah ke Video Najwa Shihab. Karena NARASI yang dibangun seru dan
mendidik, Najwa memberikan paradigma baru bahwa tidak selamanya catatan perlu
tanda titik. Karena bisa jadi, lanjutan dari catatan itu lebih seru dan
fantastis, kan?
Melihat Najwa di Web Summit
memberikan saya oase baru di tengah keringnya tokoh kita yang memilih menjadi
seseorang yang betul-betul berkarya ketika melepas kejayaan. Beberapa waktu
belakangan saya memang lazimnya disuguhi tokoh yang melakukan masturbasi
intelektual menceritakan kesuksesannya sebagai motivator. Tapi Najwa Shihab,
bagi saya hanya relokasi ke rumah yang baru lewat video-videonya. Saya sekarang
tidak perlu takut lagi kehilangan Mata Najwa, karena Ia tidak kemana-mana.
Pergeseran platform lama ke platform baru tentu hanya sekedar menunggu waktu. Beraneka macam group media lama pun kini tengah mencoba masuk ke medium baru dengan mencoba menjadi content creator di Youtube, Instagram, dll. Bahkan Wishnutama saja kini tengah menjadi komisaris dari platform baru Kumparan. Menarik mengingat Wishnutama dengan NET saja sudah merupakan terobosan. Akankah bergabungnya mas Tama menunjukkan ke arah mana matahari industri media kita akan terbit?
Bicara tentang monetize dan
sumber dana akan menjadi diskusi yang menarik. Tapi seperti halnya jodoh dan
takdir, rezeki pun diatur oleh Tuhan. Saya meyakini, video vlogger main game
saja bisa dihargai 50-100juta rupiah per video, bukan tidak mungkin Mbak Najwa
Shihab bisa memonetize platform barunya dengan harga yang layak. Sehingga semua
yang terlibat bisa disejahterakan sesuai dengan standard normal. Semoga, Mbak
Najwa bisa terus berkembang di kamar barunya. Salute untuk dirimu, Mbak!
Komentar
Posting Komentar