13 tahun sejak pertama melihat
Najwa Shihab di televisi, tidak pernah berubah sejak Tsunami Aceh Desember
2014. Ketika itu saya kelas 1 SMP, tapi tahun ini, saya akan berkesempatan
menjadi bagian dari tim idealis yang tengah Ia kembangkan. Sebuah kejutan yang
sangat berharga dari Tuhan, sekaligus tantangan karena pasti tidak akan mudah. Ketika
mendapat tawaran menjadi bagian dari Narasi, perusahaan rintisan yang
mengembangkan berbagai content Mata Najwa, Saya yakin itu kesempatan sekali
seumur hidup.
Menerima tawaran bergabung bukan
perkara mudah untuk saya, sangat personal! Kembali ke tahun lalu saat Ayah
meminta menjadi reporter TV. Alasannya sangat simple, ‘Biar Bapak bisa bilang
ke Namboru (Tante) dan Bapa Uda (Om) kamu, untuk nonton kamu lagi siaran di TV’.
Waktu itu saya patahkan dengan telak, ‘Ngga, Pak. They are underpaid!’ Tetapi
kali ini, senang sekali bisa bilang ke Bapak, “Saya akan menjadi tim Mbak
Najwa, Saya ingin sekali saja membuat Bapak Bangga, biar ada cerita yang bisa Bapak
bagikan ke siapapun yang bapak temui, dimanapun Bapak Berada.
It's been a long time since the last time we talk, tidak pernah saya tau dimana Ia berada sejak kami tak lagi tinggal bersama di 2009. Sesekali kami bertemu, biasanya di upacara pemakaman keluarga Bapak. Malam ini untuk pertama kali seumur hidup mendapat ucapan 'Bangga' dari Bapak Sendiri karena idealisme yang Saya yakini, air mata saya langsung menetes. Ada banyak orang yang ditentang menjadi idealis, tetapi Mbak Najwa dan idealismenya membuat Ayah saya bangga kepada saya untuk pertama kalinya (saya tau terjadi pengulangan, mubazir, tapi saya betul-betul sedang bahagia!)
2,5 Tahun terakhir saya habiskan belajar di industri film tanah air. Akhirnya untuk pertama kali menjadi buruh full time di sebuah perusahaan rintisan. Begitu juga Najwa Shihab, yang kini memboyong Mata Najwa dari Metro TV ke Trans 7, tentu ada berbagai pertanyaan baru. Dengan kecerdasannya, Ia tentu memiliki berbagai isu yang terus dipertanyakan ciri khas seorang perfeksionis. Kekhawatiran, keraguan, kritis akan pertanyaan yang tak terjawab, itu mungkin memang bagian dari gift yang dititipkan bagi kaum minoritas yang berpikir sebelum bertindak.
Percayalah, orang yang berpikir sebelum bertindak itu minoritas. Lihat saja mayoritas Netizen yang suka menanyakan pertanyaan yang sudah jelas dituliskan pada postingan media sosial. Tapi kita kan bukan netizen?
Mengutip pelajaran yang saya petik dari @Ernestprakasa:
“Jangan selalu mengambil asumsi terburuk dalam setiap hal, capek tau”
― Susah Sinyal ―
Saya yakin masa-masa ini menjadi momen paling menegangkan bagi Najwa Shihab jelang tayang perdana di layar kaca 10 Januari. Tentu tidak salah, ketakutan dan kekhawatiran menandakan kita manusia yang berpikir. Tapi seperti saya, tentu masih ada banyak orang lain yang mendapat gift dari Mata Najwa yang akan kembali tayang. Ada berapa banyak orang di luar sana yang merasa kembali menemukan jodoh idealismenya lewat tayangan ini?
“Fear is the path to the dark side. Fear leads to anger. Anger leads to hate. Hate leads to suffering.”
― George Lucas Star Wars ―
(Saya Yakin Mbak Najwa tidak boleh suffering, ada banyak orang seperti saya yang dibuat tersenyum oleh beliau, percayalah!)
Mata Najwa episode pertama ini akan kita mulai dengan tabuhan drum baru, seperti ketika kita menyambut Najwa Shihab di awal kemunculannya di bencana Tsunami Aceh. Kita bisa menafsirkan bahwa ini adalah momen kembalinya sang bintang, tapi mari kita turun sejenak dan menarik nafas dalam-dalam. Kita sedang sepenuhnya membuat ekspektasi baru, terhadap sebuah produk baru yang akan kita perkenalkan kembali kepada publik, dari NOL, seperti iklan pertamina :|
Mari menurunkan ekspektasi, dan meninggikan harapan bahwa content yang dibuat sepenuh hati akan menemukan jodohnya!
Kita sama-sama takut akan apa yang mungkin kian memburuk di tahun ini dan 2019. Kita (mungkin) memiliki ketakutan dan musuh yang sama: upaya pengkerdilan terhadap intelektualitas. Jika kita boleh memilih antara takut dengan berbagai rasa paranoid yang datang dari diri sendiri atau fokus melakukan hal yang terbaik untuk bisa menciptakan dunia yang lebih baik, saya akan berfokus untuk menciptakan mimpi saya. Meski mungkin masih jauh, tapi saya tau bahwa kita masih berjalan di alur yang kita inginkan.
Quotes From The Secret Life of Walter Mitty
“To see the world, things dangerous to come to, to see behind walls, draw closer, to find each other and to feel. That is the purpose of life.”
“Life is about courage and going into the unknown.”
Mencoba hal baru tentu tidak mudah, mengubah rutinitas dari mereka yang 'terbiasa' menjadi 'kembali belajar saling mengenal'. Tapi hidup memang tidak pernah semudah itu, selalu ada konsekuensi dari pilihan terhadap idealisme. Ketika meninggalkan rumah lama, selalu ada waktu penyesuaian yang kita butuhkan untuk bisa saling mengenal. Mungkin, tidak jarang kita harus saling menahan waktu untuk bisa membuktikan bahwa we are worth to fight.
Tidak ada hal di dunia ini yang bisa kita rengkuh dengan mudah, perlu waktu dan pembuktian serta alasan mengapa kita berbeda. Sejak kecil saya sering berpindah kota dan momen masuk ke sekolah baru selalu jadi hari paling memuakkan di dunia. Karena saya akan membutuhkan waktu untuk bisa menunjukkan bahwa saya cerdas, dan dibutuhkan oleh kelas untuk bisa menunjukkan kebergunaan di kelas (jadi sumber contekan). Biasanya setelah tau benefit kehadiran saya, classmate akan jadi lebih jinak.
Auggie and Jack Will © 2017 Lionsgate Entertainment Inc. All Rights Reserved. |
I learn new things from Auggie, anak kecil dengan wajah unik hasil dari penanganan dokter ketika kecil. Tantangan terbesar dalam hidupnya adalah ketika harus masuk kelas public school untuk pertama kali saat menginjak kelas 5. Kita tentu tidak pernah suka dianggap berbeda, dilihat semua orang ketika masuk ke ruangan baru dengan sesuatu di benak mereka. Tapi apa kita bisa mengontrol pandangan dan ekspektasi orang lain? Bukankah lebih mudah jika kita mengubah cara pandang kita terhadap 'tatapan' mereka?
happiness is a state of mind
Bagi saya pribadi, Mata Najwa yang akan mulai tayang di Trans 7 adalah sebuah kombinasi Idealisme, Emosi dan Privilege. Ia tidak akan berjalan tanpa idealisme, didukung oleh kesamaan emosi dan privilege yang dimiliki oleh para pengusung utamanya. Sungguh TV Show ini akan jadi sangat pribadi, selain karena akan bekerja disana juga karena nilai-nilai yang diusung. Lebih dari angkat topi, kita perlu bersulang bersama untuk menyoraki Najwa Shihab kembali ke layar kaca.
Tentu kembalinya Mata Najwa ke layar kaca membuat letupan di kepala saya, memberi berbagai harapan dan doa. Tapi saya menyadari bahwa ada banyak hal penting yang perlu dilakukan selain hanya bermimpi. Kita harus menolak menjadi orang bertalenta yang memilih takluk pada keadaan dan mood. Kita harus merenggut sendiri tujuan dan harapan yang sejak awal membuat kita bergerak ke titik yang kita tetapkan.
Ketika kita kembali, kita tau bahwa perjuangan ini bukan untuk Anda atau Saya. Tetapi untuk mereka yang tidak memiliki privilege untuk suaranya didengar. Ketika kita pulang, kita tau bahwa kerja keras ini bukan untuk menjawab pertanyaan 'Maaf agamanya apa ya?' tapi untuk menggenggam tangan mereka yang sejak awal bertutur, 'Bantu saya melawan ketidakadilan'. Tuhan tidak pernah beristirahat, Ia selalu mencatat segala niat baik kita. Biarlah Ia juga saja yang menghapuskan semua ketakutan kita.
“I think there should be a rule that everyone in the world should get a standing ovation at least once in their lives.”
― WONDER ―
Diatas segalanya, terima kasih Mbak Najwa dan Mbak Citra telah membuat Ayah menyatakan kebanggaannya terhadap saya untuk pertama kali sepanjang hidup. Thank you for giving me my standing ovation, from my father!
Selamat datang kembali ke layar kaca, Najwa Shihab! :)
Komentar
Posting Komentar